
Berawal dari kebutuhan dan keinginan naik bis saat berangkat kerja. Dari sudut jendela, saat bis berhenti, ada seorang penjual koran naik ke atas bis. Cara berjualannya sedikit beda menurutku. Membagikan korannya dari penumpang yang duduk di kursi paling depan, hingga paling belakang. Kemudian mengambilnya lagi dari kursi depan, hingga kursi belakang.
Kalau lihat caranya, persis seperti (maaf) peminta sumbangan panti asuhan/masjid di kereta, angkot atau bis kota pada umumnya. Bedanya, kalau penjual koran ini berusaha menjajakan dagangannya dengan caranya sendiri, dan cara tersebut halal dan lebih terhormat (menurutku) dibandingkan peminta-minta. Setidaknya dengan menjual koran, ada usaha untuk berbuat sesuatu dan tidak bermalas-malasan seperti para peminta-minta.
Akhirnya, aku membeli koran seharga seribu itu. Bukan karena butuh bacaan atau kasihan, tapi karena kagum lihat penjual koran tersebut. Ya, kagum. Entah kenapa, padahal gak cuma orang itu saja yang menjual koran, mungkin karena sudah lama gak naik kendaraan umum dan caranya menjual yang bikin tertarik. Lumayan lah, buat bacaan selama di perjalanan. Ada manfaatnya juga.
Sampai di tujuan, menenteng koran dan dibaca sebentar sebelum jam masuk kantor. Pulangnya, koran aku bawa-bawa sampai ke rumah customer. Sadar, di atas mobil kok koran yang tadinya 2 bendel jadi tinggal satu bendel? Ikhlasin deh.
Turun mobil, malah korannya ketinggalan di mobil. Ealaaaaaaah..
Alhasil pulang gak bawa korannya, cuma teringat-ingat si penjual koran aja jadinya.
No comments:
Post a Comment