March 22, 2013

Melewati Maret

Keramaian sudah terlihat dari jalan raya yang terlewati. Tempat parkir, lobby, hingga tempat tidur yang berbaris rapi. 
Raut wajah beragam usia juga nampak beragam ekspresi. Khawatir, cemas, sedih, ada tangisan, nampak juga sedikit senyuman. 
Khas aroma racikan bahan kimia sudah tercium jelas sejak langkah pertama memasuki ruang demi ruang, bilik demi bilik.
Personel berseragam berjalan cepat, kadang tak mempedulikan orang-orang yang dilewatinya.
Melihat wajah-wajah menunggu, resah dan berharap. Menggunakan alat bantu, sebagai penopang tubuhnya sendiri agar kuat.
Kalau di ruangan biasa yang dilengkapi dengan tempat tidur, kantung infus dan tabung oksigen, mungkin terasa biasa. Tapi aku pernah melihat satu ruangan yang isinya lebih dari itu. Selang, alat bantu pernapasan dan berbagai alat yang aku tak tahu namanya ada dalam satu ruangan yang dihuni untuk satu orang.
Sesungguhnya, ini tempat yang tak aku suka. Sejak dulu, sejak lama. Karena di tempat ini hanya ada dua kemungkinan, berangsur membaik atau justru memburuk dan berakhir dengan kesedihan.
Tidak ada seorangpun yang menginginkan tubuhnya rapuh, tapi setiap orang pasti pernah mengalaminya. Tempat ini menampung orang yang bernasib sama dengan sebab yang berbeda. Perasaannya pun beragam, ada yang memang kuat menghadapinya, pura-pura kuat atau justru menunjukkan selemah-lemahnya orang kuat. Begitu juga yang mengunjunginya.
Mungkin aku termasuk orang yang pura-pura kuat ketika berada di tempat ini. Berusaha menghibur bahkan sanggup tersenyum di hadapan wajah-wajah menderita. Semata-mata ingin menguatkan.Tapi, di balik itu, perasaan dan pikiran bercampur cemas, khawatir, resah, bingung, sedih. Apalagi jika yang berada di tempat tersebut adalah orang yang disayang.
Ketika kesehatan tak ternilai lagi harganya, dan ketika kebahagiaan tak ada yang bisa menggantikan dengan apapun. Sesungguhnya orang-orang yang sehat adalah orang yang sepatutnya, bahkan harus  BERSYUKUR.